Beras merupakan sumber karbohidrat penting dan
menjadi bahan pangan pokok bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Kestabilan
stok beras sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan pangan, kestabilan
politik maupun ekonomi bangsa. Usaha untuk meningkatkan produksi telah berhasil
dilakukan oleh pemerintah, namun belum diikuti dengan penanganan pascapanen
dengan baik, sehingga mengakibatkan lebih dari 9% kehilangan hasil panen. Titik
kritis kehilangan hasil terjadi pada tahapan pemanenan dan perontokan. Dengan
tingkat kehilangan yang masih cukup tinggi, yaitu pada tahapan pemanenan
kehilangan masih berkisar 9%, dan pada tahapan perontokan masih lebih dari 4%.
Beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat kehilangan hasil panen antara lain varietas padi (beberapa varietas
padi sangat mudah rontok yaitu golongan IR, dan varietas yang susah rontoh yang
umumnya padi bulu/varietas Fatmawati), alat dan cara panen yang menentukan
besar kecilnya kehilangan hasil, perilaku petani/penderep, umur panen, alat
perontok, lokasi dan musim.
TEKNOLOGI PENEKANAN KEHILANGAN
HASIL
Perbaikan sistem penanganan
pascapanen padi dilakukan dengan tujuan antara lain (1) mengurangi atau menekan
kahilangan hasil, (2) memperbaiki kualitas gabah dan beras, (3) meningkatkan
rendemen giling serta harga jual beras.
Beberapa langkah hal yang dapat
dilakukan untuk menekan kehilangan hasil pascapanen padi sebagai berikut:
1.
Penentuan
Umur Panen
Umur panen optimal padi dicapai
setelah 90-95% butir gabah pada malai padi sudah berwarna kuning atau kuning
keemasan. Padi yang dipanen pada kondisi tersebut akan menghasilkan gabah yang
berkualitas sangat baik, dengan kandungan butir hijau dan butir mengapur yang
rendah. Padi yang dipanen pada kondisi optimum juga akan menghasilkan rendemen
giling yang tinggi.
2.
Teknologi
Pemanenan
Penggunaan sabit gerigi dapat
menekan kehilangan hasil sebesar 3 %. Cara panen padi yang biasa dilakukan
petani ada 3 yaitu (1) cara panen potong bawah jika perontokan menggunakan alat
pedal thresher, (2) cara panen potong tengah dan (3) cara panen potong atas
juka perontokan dengan menggunakan alat perontok power thresher.
3.
Penumpukan
dan pengumpulan padi
Untuk menghindari atau mengurangi
terjadinya kehilangan hasil saat panen sebaiknya pada waktu penumpukan padi dan
pengangangkutan menggunakan alas plastik, sehingga gabah yang rontok dan
tercecer dapat ditampung dalam wadah tersebut. Penggunaan alas dan wadah pada
saat penumpukan dan pengangkutan dapat menekan kehilangan hasil antara
0.94-2.36%.
4.
Teknologi
Perontokan
Perontokan padi dilakukan setelah
tahapan pemotongan padi (pemanenan). Perontokan bertujuan untuk melepas gabah
dari malai. Dahulu perontokan dilakukan dengan cara dibanting/dipukul-pukul.
Cara ini mengakibatkan banyaknya kehilangan hasil.
Salah satu cara menguranginya
dengan menggunakan mesin perontok. Ada
beberapa tipe dan model mesin perontok yang telah dikembangkan. Mesin perontok
manual pedal “thresher” dan mesin perontok padi mekanis “power
thresher”.
Kinerja alat perontok akan menentukan tingkat kehilangan hasil.
Kecepatan putaran silinder perontok menentukan hasil perontokan, kehilangan
hasil dan gabah yang tidak terontok karena masih menempel pada malai padi. Alat
perontok pedal “thresher” berputar pada kecepatan 100-150 rpm, sedangkan
“power thresher” disarankan pada 400-450 rpm.
5.
Teknologi
Pengeringan
Untuk menghasilkan beras
berkualitas baik, gabah hasil panen harus diturunkan kadar airnya secara cepat
dengan penjemuran dengan sinar matahari langsung. Cara lain menggunakan alat
pengering buatan yang menghasilkan gabah berkualitas lebih baik. hal ini
disebabkan suhu pengering, aliran udara panas dan laju penurunan kadar air
dapat dikendalikan.
Gabah yang terlambat dikeringkan
akan berakibat tidak baik terhadap kualitas berasnya. Hal ini disebabkan gabah
hasil panen dengan kadar air tinggi dan kondisi lembab mengalami respirasi
dengan cepat. Akibatnya butir gabah busuk, berjamur, berkecambah maupun mengalami
reaksi browning enzimatis sehinga beras berwarna kuning/kuning
kecoklatan. Kehilangan hasil pada tahapan penjemuran umumnya disebabkan oleh
(1) fasilitas penjemuran seperti lantai jemur maupun alas lainnya yang kurang
baik, sehingga banyak gabah yang tercecer dan terbuang saat proses penjemuran
dan (2) gangguan hewan seperti ayam, burung, kambing dll.
6.
Teknologi
Penyimpanan
Petani umumnya menyimpan gabah
dengan sistem curah, yaitu gabah yang sudah kering dicurahkan pada satu tempat
yang dianggap aman dari gangguan hama maupun cuaca, atau dengan cara
penyimpanan dengan menggunakan kemasan/wadah seperti karung plastik, karung
goni, pengki tenggok dan lain-lain. Kehilangan hasil saat penyimpanan
disebabkan oleh kondisi kemasan, tempat penyimpanan, gangguan hama dan penyakit
gudang dan keadaan cuaca setempat, kadar air gabah akan mengikuti kondisi
keseimbangan udara luar. Pada wadah yang kedap udara umumnya kadar air
penyimpanan tidak akan banyak mengalami perubahan, sedangkan pada konsisi wadah
yang tidak kedap udara kadar air gabah akan mengikuti perubahan sesuai dengan
kelembaban udara sekitarnya.
Lama penyimpanan akan berpengaruh
terhadap kualitas gabah yang dihasilkan. Pada kondisi kadar air tinggi yang
akan diikuti dengan kelembaban yang tinggi, kerusakan gabah selama penyimpanan
akan semakin cepat.
7.
Teknologi
penggilingan
Proses pengilingan adalah proses
pengupasan gabah untuk menghasilkan beras yaitu dengan cara memisahkan lapisan lemma
dan palea serta mengeluarkan biji beras. Kehilangan pada tahapan penggilingan umumnya
disebabkan oleh penyetelan blower penghisap, penghembus sekam dan bekatul.
Penyetelan yang tidak tepat dapat menyebabkan banyak gabah yang terlempar ikut
ke dalam sekam atau beras yang terbawa ke dalam dedak. Hal ini menyebabkan rendemen giling rendah.
Selain teknologi tersebut diatas, SDM dan steakholder
juga sangat berpengaruh dalam menekan kehilangan hasil panen. Beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam menerapkan teknologi penekanan kehilangan hasil pasca panen,
diantaranya adalah peningkatan kemampuan dan keterampilan petani, teknologi
yang tepat sesuai dengan lokasi, pembentukan dan pemberdayaan kelompok,
manajemen lapangan, pelatihan dan pembinaan SDM, pembinaan kelembagaan.
Jika semua dilakukan dengan tepat dan benar, maka
diharapkan hasil produksi padi dan beras yang diperoleh oleh para petani
khususnya di masa yang akan datang akan lebih meningkat dari hasil yang
sebelumnya.
*dari berbagai sumber
**Penyuluh Pertanian Pertama